PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM ISLAM



Tugas kelompok


PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM ISLAM

TUGAS MATA KULIAH
PENDIDIKAN AKHLAQ/KARAKTER

DISUSUN OLEH
KELOMPOK II

Hasbullah Hadi
Hayatsyah
Ismail Efendi
Irwandi Sihombing
Razia Suroyo

PROGRAM DOKTOR PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS IBNU KHALDUN BOGOR
2015

Kata Pengantar
ﺑﺳﻢ ﺍﻠﻠﻪ ﺍﻠﺭ ﺣﻤﻦ ﺍﻠﺭﺣﻳﻢ
Dengan mengharap ridho dan barokah dari Allah swt dan berserah diri kepadanya rabbul alamin dan sholawat dan salam kepada Muhammad Saw habibullah sehingga dengan hidayah dan risalahnya, penyusun secara bersama sama dapat menyelesaikan makalah ini .
Makalah ini adalah menguraikan tentang pendidikan akhlaq dalam islam, sebagai tugas yang kelompok matakuliah pendidikan akhlaq/karakter Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor, sehingga diharapkan dapat  menambah khazanah pemikiran dan  pengetahuan sebagai amal nyata ataupun ibadah serta  upaya ril dalam memahami dan mengembangkan pendidikan islam secara konpherhenship terutama pemahaman terhadap pendidikan akhlaq/karakter dan implementasinya dalam pendidikan islam
Ucapan dan terima kasih kepada Bapak Dr.H.Ulil Amri Syafri Lc .MA yang telah memberikan materi kuliah Pendidikan ahklaq/karakter sebagai pendalaman dan pemahaman mendalam terhadap keberadaan yang sangat penting  dan fungsi akhlaq dalam pendidikan islam yang perlu direalisasikan dalam kehidupan beragama,bangsa dan negara.
Akhirnya dalam malakah tersebut sudah dilakukan ikhtiar untuk  mencoba menggali dan mengumpukan  informasi yang berkorelasi dengan topik pembahasan, tentunya mempunyai keterbatasan untuk itu diharapkan  masukan atau ide  positif dan konstruktif dalam menyempurnakan isinya sehingga lebih dapat berguna serta bermamfaat dalam mewujudkan pendidikan islam yang berkarakter dan berkualitas.Amin                                                    Medan, 20 Maret 2015
                                                                               Kelompok 2
                                                         Hasbullah Hadi
                                                  Hayatsyah
                                                      Ismail Efendi
                                                              Irwandi Sihombing
                                                      Razia Suroyo


DAFTAR ISI

                                                                                                 Halaman

Kata Pengantar .............................................................................      i
Daftar Isi.......................................................................................      ii
Pendahuluan ................................................................................      1
Pembahasan                                                                                       
A.    Pengertian Ilmu........................................................................     3
B.    Ruang Lingkup Akhlak.............................................................    5
C.    Perbedaan Pendidikan Etika Dan Akhlak ................................     8
D.    Pendidikan Akhlak Bagi Anak Didik .......................................     12
Kesimpulan ..................................................................................      21
Penutup .......................................................................................      23
Daftar Pustaka .............................................................................      24













PENDAHULUAN.
Pendidikan akhlak adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk menanamkan nilai-nilai, ataupun ataupun norma-norma tentang budi pekerti, sehingga manusia dapat memahami dan mengerti, serta mengamalkan norma-norma tentang budi pekerti itu sendiri.
Baik buruknya akhlak ataupun budi pekerti seseorang adalah satu penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Parameter ukuran baik buruknya perbuatan manusia itu diukur berdasarkan norma-norma agama, ataupun norma-norma adat istiadat dari masyarakat itu sendiri. Islam menentukan, bahwa untuk mengukur baik buruknya suatu perbuatan manusia adalah berdasarkan syariat agama yang bersumber dari wahyu Allah SWT, yaitu al quran dan hadist Rasulullah SAW. Melaksanakan pendidikan akhlak, adalah bertujuan untuk mewujudkan ketenteraman, keteraturan dan kedamaian ditengah-tengah masyarakat. Dengan akhlak yang tertanam didalam diri seseorang, maka orang tersebut tentu akan berusaha untuk berbuat yang terbaik bagi diriya dan juga bagi masyarakatnya.
Dalam ajaran Islam masalah akhlak bukanlah hanya sekedar untuk mewujudkan ketenteraman ditengah-tengah masyarakat, tetapi juga berhubungan dengan kwalitas keimanan seorang muslim. Karena akhlak seseorang pasti mempengaruhi tingkah laku. Orang yang tidak memiliki akhlak, maka perbuatan dan tingkah lakunya akan jauh dari sikap terpuji. Maraknya perbuatan maksiyat yang oleh masyarakat dinilai sebagai  sebuah perbuatan yang lazim, adalah sebuah bukti telah terjadinya krisis akhlak ditengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan fakta-fakta diataslah, maka pendidikan akhlak dalam Islam sangat diutamakan. Sehingga Islam sangat mendorong pelaksanaan pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.















PEMBAHASAN
A.        PENGERTIAN AKHLAK
Berdasarkan etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa arab,yaitu bentuk jamak dari kata khulq, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.[1] Sedangkan Ahmad Amin mengatakan, bahwa akhlak adalah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan dalam ujud tingkah laku,  maka kebiasaan itu akan disebut akhlak. Contohnya; bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu disebut akhlak dermawan.[2]
Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan, bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral), yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya, dan terhadap sesama manusia.[3]
Senada dengan ungkapan diatas, Imam Ghazali mengungkapkan dalam kitab Al ihya ulumuddin pengertian akhlak sebagai berikut ; al khuluq ialah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan  mudah, tanpa memerlukan pertimbangann dan pemikiran.[4]
Jadi pada hakikatnya khulq atau budi pekerti atau akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi keperibadian, hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan yang secara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tersebut timbul tingkah laku yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran, maka ia dikatakan telah memiliki akhlak atau budi pekerti mulia. Namun sebaliknya apabila yang lahir adalah kelakuan yang buruk yang bertentangan dengaan syariat Islam dan norma-norma yang ada dalam masyarakat, maka disebutlah ia telah melakukan perbuatan tercela dan tidak berakhlak.
Al Khulq disebut sebagai suatu kondisi atau sifat yang telah meresap atau terpatri dalam jiwa. Seandainya dalam situasi spontan dan secara tiba-tiba seseorang berinfak, padahal berinfak bukanlah menjadi kebiasaannya,  maka orang seperti ini belumlah bisa disebut sebagai orang dermawan, karena berinfak tersebut bukanlah pantulan dari keperibadianya. Juga disyaratkan suatu perbuatan dapat dinilai baik apabila timbulnya perbuatan itu dengan mudah sebagai suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran. Sebab seandainya ada seseorang yang memaksakan dirinya untuk mendermakan hartanya untuk seseorang atau memaksakan hatinya untuk berbuat setelah dipikir-pikir lebih dahulu, apakah berderma ini menguntungkan bagi dirinya atau tidak, maka orang seperti ini belumlah disebut sebagai orang yang berakhlak dermawan.
Dalam kaitan pengertian akhlak ini, Ulil Amri Syafri mengutip pendapat Nashiruddin Abdullah,  yang menyatakan bahwa,  secara garis besar dikenal dua jenis akhlak; yaitu akhlaq al karimah (akhlak terpuji), akhlak yang baik dan benar menurut syariat Islam, dan akhlaq al mazmumah (akhlak tercela), akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut syariat Islam. Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula, demikian sebaliknya akhlak yang buruk terlahir dari sifat yang buruk. Sedangkan yang dimaksud dengan akhlaq al mazmumah adalah perbuatan atau perkataan yang mungkar, serta sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat Allah, baik itu perintah maupun larangan Nya, dan tidak sesuai dengan akal dan fitrah yang sehat.[5]
Memahami jenis akhlak seperti yang disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa akhlak yang terpuji, adalah merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syariat Islam yang diujudkan dalam tingkah laku untuk beramal, baik dalam bentuk amalan batin seperti zikir dan doa, maupun dalam bentuk amalan lahir seperti ibadah dan berinteraksi dalam pergaulan hidup ditengah-tengah masyarakat. Sedangkan akhlak yang tercela, adalah merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang, berupa kebiasaan melanggar ketentuan syariat ajaran Islam yang diujudkan dalam tingkah laku tercela. Baik dalam bentuk perbuatan batin seperti hasad, dengki, sombong, takabbur, dan riya, maupun perbuatan lahir seperti berzina, menzalimi orang lain, korupsi dan perbuatan-perbuatan buruk lainnya.
B.        RUANG LINGKUP AKHLAK
Akhlak sebagai suatu tatanan nilai, adalah merupakan sebuah pranata sosial yang berdasarkan pada ajaran syariat Islam.Sedangkan akhlak sebagai sebuah tingkah laku atau tabiat manusia, adalah merupakan perwujudan sikap hidup manusia yang menjelma menjadi sebuah perbuatan atau tindakan. Untuk menentukan perbuatan dan tindakan manusia itu baik atau buruk, Islam menggunakan parameter syariat agama Islam yang berdasarkan wahyu Allah swt. Sedangkan masyarakat umum lainnya ada yang menggunakan norma-norma adat istiadat ataupun tatanan nilai masyarakat yang dirumuskan berdasarkan norma etika dan moral.
Dalam Islam,tatanan nilai yang menentukan suatu perbuatan itu baik atau buruk dirumuskan dalam konsep akhlakul karimah, yang merupakan suatu konsep yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan sang Maha Pencipta yaitu Allah swt., dan manusia dengan alam sekitarnya. Secara lebih khusus juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Dari keseluruhan konsep akhlak tersebut, dapat diketahui beberapa ruang lingkup dari akhlak.
Ruang lingkup akhlak adalah seluruh aspek kehidupan seseorang sebagai individu, yang bersinggungan dengan sesuatu yang ada diluar diluar dirinya. Karena sebagai individu, dia pasti berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya, dan juga berinteraksi dengan berbagai kelompok kehidupan manusia secara sosiologis, dan juga berinteraksi secara methaphisik dengan Allah swt. sebagai pencipta alam semesta. Melihat demikian luasnya interaksi yang terjadi pada setiap individu, maka penulis melihat bahwa ruang lingkup akhlak terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
1.    Akhlak manusia terhadap Allah swt.
2.    Akhlak manusia terhadap dirinya sendiri.
3.    Ahklak manusia terhadap keluarga.
4.    Akhlak manusia terhadap tetangga.
5.    Akhlak manusia terhadap masyarakat.
6.    Akhlak manusia terhadap tamu.
7.    Akhlak manusia terhadap teman dan kerabat.
8.    Akhlak manusia terhadap lingkungan dan alam sekitar.
9.    Akhlak manusia terhadap negara.
10. Akhlak manusia terhadap guru dan murid.
11. Akhlak manusia terhadap rekan kerja.
Nafi`atur Rohmaniyah menyebutkan bahwa ruang lingkup akhlak meliputi :
1.     Akhlak terhadap Allah, yaitu ;
a.  Bertaqwa dan mengabdi hanya kepada Allah,dan tidak mempersekutukannya.
b.  Tunduk dan patuh pada perintah Allah swt.
c.  Tawakkal dan hanya berserah diri kepada Allah swt.
d.  Bersyukur kepada Allah swt.
e.  Penuh harap hanya kepada Allah swt.
f.   Ikhlas menerima kepuusan Allah swt.
g.  Tadlarru` dan khusuk dalam beribadah.
h.  Husnud-dhan,yaitu berbaik sangka kepada Allah swt.
i.   Taubat dan istighfar.
2.     Akhlak terhadap makhluk,yaitu ;
a.  Akhlak kepada manusia
b.  Akhlak terhadap orang tua.
c.  Akhlak terhadap diri sendiri.
d.  Akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat.
e.  Akhlak terhadap tetangga.
f.   Akhlak terhadap masyarakat
g.  Akhlak kepada bukan manusia atau lingkungan hidup.[6]
Menurut Ulil Amri Syafri, dia membagi ruang lingkup akhlak menjadi tiga bagian besar, yaitu ;
Pertama, Akhlak kepada Allah swt. dan  Rasulullah saw., yang merupakan sikap atau perbuatan manusia yang seharusnya sebagai makhluk kepada sang khalik, yang antara lain meliputi sikap tidak mempersekutukan Nya, bertawakkal kepada Nya, mensyukuri nikmat-nikmatnya, dan lain-lain.
Kedua , Akhlak pribadi dan keluarga, yang mencakup bahasan tentang sikap dan propil muslim yang mulia, memperlakukan keluarga dan manusia dengan baik, cara berinteraksi dengan manusia lain, dan lain-lain.
Ketiga, Akhlak bermasyarakat dan muamalah ,didalamnya mencakup hubungan antar manusia. Akhlak ini mengatur konsep hidup seorang muslim dalam bermuamalah disegala sektor, seperti dalam sector ekonomi, kenegaraan, maupun sektor komunikasi, baik itu kepada muslim atau non muslim dalam tataran lokal ataupun global. [7]
C.   PERBEDAAN PENDIDIKAN ETIKA DAN AKHLAK
Kata etika dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos. Istilah ethos pertama kali digunakan oleh seorang filosof Yunani yang bernama Aristoteles ( 384- 322  sebelum  Masehi ). Yang dimaksudkannya dengan ethos, ialah nama suatu kehendak atau dorongan yang baik dan tetap.[8]
Adi Negoro dalam Ensiklopedinya mengartikaan ethica ( ethos ) ,dengan budi pekerti.[9]
Bila ditinjau berdasarkan ilmu semantik bahasa, maka budi pekerti adalah identik dengan moral, akhlak, kelakuan, tabiat, watak dan karakter. Semua istilah ini mengandung sinonim arti yang sama, yaitu tingkah laku atau perbuatan manusia yang lahir dan dapat dilihat dengan panca indra. Adapun tingkah laku manusia itu didorong oleh satu unsur kejiwaan yang bersipat psikis atau rohani. Pada umumnya perbuatan itu berhubungan dengan nilai kesopanan dan kesusilaan. Jadi berhubungan dengan masalah perbuatan  baik dan buruk.
Dengan demikian, menurut pengertian bahasa, ethos yang dimaksudkan oleh Aristoteles adalah identik dengan makna budi pekerti, moral, akhlak, kelakuan, tabiat, watak atau karakter. Karena ada persenyawaan maksud dalam semua kata tersebut. Khusus pengertian akhlak seperti telah dikemukakan dalam pembahasan diatas, bahwa kata akhlak yang berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, adalah berarti tabiat,  budi pekerti, tingkah laku atau perangai. Biasanya tabiat dan budi pekerti atau perangai akan muncul menyatakan dirinya dalam “ tingkah laku,” yaitu tingkah laku manusia yang dilaksanakan dalam keadaan sadar, serta bertanggung jawab atas perbuatannya itu.
Jadi perbuatan yang dilakukan orang gila, atau orang yang sedang bermimpi, tidak dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan yang dinilai sebuah perbuatan yang berakhlak atau tidak, karena perbuatan itu dilakukannya dalam keadaan tidak sadar.
Bila diamati dari sisi arti bahasa, memang ada persenyawaan maksud antara kata etika dan akhlak. Tapi kalau membahas etika dan akhlak sebagai suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu tentang kesusilaan dan kesopanan, maka akan diketahui hakikat yang berbeda dari kedua istilah kata tersebut. Terutama bila sampai pada masalah apa yang menjadi ukuran baik dan buruk, serta apa dan siapa yang mengatur dan menetapan buruk baiknya tindakan seseorang itu.
Dalam ilmu akhlak yang menjadi ukuran untuk menetapkan baik dan buruk ialah dengan ukuran :
1.    Syariat agama Islam yang berdasarkan wahyu dari Allah swt.
2.    Akal pikiran manusia dalam bentuk norma-norma yang ada.
Manusia tak dapat menetapkan suatu perbuatan manusia itu adalah baik atau buruk, tanpa ketentuan yang sudah diatur dalam syariat agama Islam. Sedangkan akal pikiran manusia boleh menilai suatu perbuatan manusia itu baik atau buruk, selama tidak bertentangan dengan syariat agama Islam yang berdasarkan wahyu dari Allah swt. Jadi manusia hanya berfungsi sebagai penyambung lidah untuk mengatakan sesuatu perbuatan itu baik atau buruk.
Dengan demikian ukuran baik dan buruk menurut ilmu akhlak, ditentukan dengan sanksi dosa dan pahala, halal atau haram, sah atau batal, dan berhubungan dengan keyakinan ajaran Islam untuk bertaqarrub dengan Allah swt. Jadi ilmu akhlak berasal dari agama, yaitu agama Islam.
Sedangkan etika, yang menjadi ukuran baik dan buruk adalah berdasarkan penilaian akal semata-mata. Sehingga yang menjadi ukuran untuk menilai baik buruknya tindakan seseorang itu, akan dinilai oleh akal manusia dengan melihat tujuan suatu perbuatan yang dilakukan oleh  seseorang. Jika tujuan dari tindakannya didasarkan pada nafsu dan untuk kepentingan diri sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain, atau dengan perbuatannya akan merugikan orang lain, maka perbuatan itu dikatakan jelek atau buruk. Tapi bila tindakannya untuk kepentingan umat manusia dan bermanfaat untuk orang banyak, maka dikatakanlah perbuatannya itu sebagai perbuatan baik.[10]
Jadi yang menetapkan baik buruknya perbuatan seseorang itu adalah manusia itu sendiri berdasarkan pertimbangan akal, norma-norma yang ada dimasayarakat, adat istiadat dan lain lain.  Manusia memiliki pertimbangan etika moral untuk membedakan antara  perbuatan yang dianggap baik dan mana perbuatan yang dianggap buruk.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ilmu etika itu adalah merupakan kebudayaan dalam bentuk pranata sosial yang diciptakan oleh manusia, sedangkan ilmu akhlak adalah merupakan syariat agama Islam yang wajib dilaksanakan dan diamalkan oleh umat Islam dengan sanksi dosa atau imbalan pahala bila mengerjakannya.
Disinilah letak perbedaannya antara ilmu akhlak dan ilmu etika. Akhlak senantiasa berhubungan dengan fungsi umat Islam dalam menjalankan semua syariat agama Islam, Sedangkan etika berhubungan dengan tata krama hukum atau tata krama sosial yang diciptakan oleh sekelompok manusia untuk mengatur diri masyarakatnya.
Untuk menghilangkan kesimpang siuran pengertian, maka yang dimaksud dengan akhlak dalam makalah ini ialah makna akhlak dalam pengertian bahasa. Karena akhlak itu kita bahas sebagai suatu sifat atau tabiat, bukan sebagai suatu ilmu. Yaitu sifat yang merupakan sebagian dari aspek-aspek keperibadian yang menjadi karakter manusia. Untuk membentuk suatu karakter yang berkepribadian, haruslah melalui media pendidikan. Jadi untuk membentuk dan menciptakan suatu karakter yang  memiliki kepribadian muslim, tentulah harus dengan pendidikan Islam. Dimana nantinya dalam suatu proses pelaksanaan pendidikan Islam tersebut, baik melalui sarana pendidikan formal, non formal maupun informal, tentu akan membentuk kelakuan atau tingkah laku yang berakhlak baik, yaitu akhlak Islam yang disebut dengan akhlakul karimah atau akhlak yang terpuji. Diantara didikan Islam itu ialah dengan melaksanakan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya shalat berjamaah dalam keluarga, mengajarkan anak dan anggota keluarga suka berinfak dan sedekah, saling mendoakan sesama muslim dengan mengucapkan salam ketika bertemu, dan juga pelaksanaan pendidikan Islam melalui lembaga pendidikan formal. Perulangan melakukan kebiasaan yang baik dalam melaksanakan syariat agama Islam, akan mengakibatkan timbulnya perbuatan dan sikap yang baik, sedangkan sikap atau perbuatan yang baik, adalah lambang pencerminan akhlak atau moral yang luhur. Melaksanakan syariat agama Islam dalam pergaulan menjadikan hubungan silaturahmi menjadi lebih baik. Misalnya mengucapkan assalamualaikum ketika bertemu sesama muslim, ini adalah cerminan tata pergaulan muslim yang baik, dan yang mengucapkannya mendapat pahala disisi Allah swt. Tapi bila yang diucapkan adalah kalimat selamat siang, selamat sore ,dan selamat malam atau selamat pagi, maka yang mengucapkannya mungkin sudah dianggap bertutur sapa dengan baik, tapi ucapannya tidak mendapat pahala disisi Allah swt.
Dengan demikian, menjalankan syariat agama Islam dalam kehidupan sehari-hari, berarti turut membina etika atau akhlak yang berdasarkan ajaran Islam. Karena menurut ukuran akhlak Islam ia telah melakukan perbuatan baik dengan melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupannya sehari-hari.    
D.   PENDIDIKAN AKHLAK BAGI ANAK DIDIK
Salah satu tugas yang diemban oleh pendidik adalah menanamkan nilai-nilai luhur budaya kepada anak didik, termasuk nilai-nilai keagamaan yang bersumber dari ajaran agama Islam. Hal ini perlu dilakukan oleh pendidik dalam upaya membentuk keperibadian manusia yang paripurna dan kaffah. Kegiatan pendidikan, harus dapat membentuk manusia dewasa yang berakhlak, berilmu dan terampil, serta bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan juga pada orang lain. Perlu dipahami, bahwa yang dimaksud dengan manusia dewasa disini adalah manusia yang dewasa secara jasmani dan rohani. Dalam pengertian syariat Islam, manusia dewasa secara jasmani dan rohani, adalah manusia yang beriman dan bertaqwa pada Allah swt., dan dapat mempertanggung jawabkan amal perbuatannya dimata hukum  manusia dan dimata hukum Allah swt.
Kegiatan pendidikan ini dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan formal seperti di sekolah dan madrasah, juga dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan non formal yang ada dilingkungan masyarakat,  seperti pengajian dimesjid ataupun latihan-latihan keterampilan, atau melalui lembaga pendidikan informal seperti pendidikan dirumah tangga dan  keluarga. Melalui lembaga-lembaga pendidikan tersebut, tentu nilai-nilai luhur budaya manusia termasuk nilai akhlak yang berdasarkan syariat Agama Islam akan menjadi bagian dari keperibadian manusia.
Ada dua bentuk upaya yang dilakukan oleh kegiatan pendidikan dalam melestarikan suatu kebudayaan beserta nilai-nilai akhlak dan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Yaitu apa yang disebut dengan transformasi nilai dan internalisasi nilai.
Bahwa yang dimaksud dengan upaya transpormasi nilai adalah, suatu upaya untuk mewariskan nilai-nilai yang dimiliki oleh generasi sebelumnya untuk menjadi milik generasi berikutnya. Sedangkan yang dimaksud dengan internalisasi nilai adalah suatu upaya untuk menanamkan nilai-nilai yang dimiliki oleh generasi sebelumnya sehingga tertanam kedalam jiwa generasi berikutnya.
Jadi upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk mewariskan nilai-nilai akhlak kepada anak didik, sehingga nilai-nilai akhlak itu menjadi milik anak didik, disebut sebagai upaya mentransformasikan nilai, sedangkan upaya yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai akhlak kedalam jiwa anak didik sehingga menjadi kepribadiannya disebut dengan upaya menginternalisasikan nilai. Kedua upaya ini dalam kegiatan pendidikan harus dilakukan secara serempak lewat proses belajar mengajar dilingkungan sekolah, ataupun lewat proses pergaulan dan interaksi sosial di lingkungan rumah tangga dan masyarakat.
Tugas pendidikan pada umumnya, dan juga pendidik atau guru pada khususnya ialah menanamkan suatu norma-norma tertentu sebagai mana telah ditetapkan dalam dasar-dasar filsafat pada umumnya, atau dasar-dasar filsafat pendidikan pada khususnya yang dijunjung oleh lembaga pendidikan atau pendidik yang menyelenggarakan pendidikan tersebut.[11]
Untuk itu, usaha yang dilakukan untuk menanamkan dan mewariskan nilai-nilai akhlak kepada generasi berikutnya oleh semua lembaga pendidikan, baik yang dilakukan oleh lembaga pendidikan formal, non formal ataupun informal, adalah merupakan patokan dasar dalam mengarahkan anak didik kepada perilaku atau sikap yang berjiwa Islami. Hal ini sesuai dengan konsep yang dikemukan oleh Zuhairini tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan agama. Zuhairini mengatakan, bahwa pendidikan agama berarti usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam[12]
Demikian juga hal nya dengan pendidikan akhlak. Dia harus diberikan kepada anak didik secara terencana dan sistematis, sesuai dengan konsep-konsep yang telah ditetapkan dalam ajaran syariat Islam. Adapun yang berperan dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai akhlak Islam disekolah ialah guru, sedangkan dirumah tangga ialah orang tua atau wali anak, sedangkan dilingkungan masyarakat adalah pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh pada umatnya. Disekolah, guru dan orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap terbina atau tidaknya akhlak anak, terutama guru  agama yang memberikan pelajaran agama  Islam di sekolah.
M. Arifin menyebutkan dalam kapita selekta pendidikan yang disusunnya, bahwa tugas guru tidak hanya memberikan pelajaran kepada anak saja, tapi juga harus terus menerus belajar. Disamping itu dalam praktek mengajar harus pula mempunyai rasa kasih sayang terhadap anak-anak dan cinta kepada yang ia berikan. Perasaan tidak senang terhadap apa yang diberikan kepada anak, sudah pasti akan membawa rasa tidak senang pula pada anak yang bersangkutan. Lebih-lebih lagi guru agama yang sudah jelas bertugas menanamkan ide keagamaan kedalam jiwa anak. Perasaan cinta agama yang ada pada guru, besar pengaruhnya terhadap perasaan cinta anak kepada apa yang diberikan olehnya.[13]
Untuk melaksanakan tugas-tugas (usaha) dalam menanamkan akhlak kepada anak didik banyak cara yang dapat dilakukan oleh setiap pendidik melalui berbagai sikap, antara lain :
a.    Pergaulan
b.   Memberikan suri tauladan
c.    Mengajak dan mengamalkan.[14]
Adapun yang dimaksud dengan pergaulan disini adalah pergaulan pendidikan. Untuk menanamkan akhlak dengan cara melalui sikap pergaulan, harus ada hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik ataupun murid.
Praktek pendidikan bertitik tolak dari pergaulan pendidikan yang bersipat edukatif antara pendidik dan anak didik. Melalui pergaulan pendidikan itu, pendidik dan anak didik saling berinteraksi dan saling menerima dan memberi. Pendidik dalam pergaulan pendidikan memegang peranan penting. Dialah yang mengkomunikasikan nilai luhur akhlak Islam kepada peserta didik, baik dengan cara berdiskusi atau pun tanya jawab. Sebaliknya peserta didik dalam pergaulan pendidikan itu mempunyai kesempatan yang luas untuk menyampaikan hal-hal yang kurang jelas bagi dirinya. Dengan demikian wawasan mereka tentang ajaran syariat agama Islam semakin luas dan dalam, sehingga nilai-nilai akhlakul karimah atau akhlak yang terpuji  akan terinternalisasi secara baik, dan tertransformasikan secara benar. Karena pergaulan yang erat antara pendidik dan peserta didik akan menjadikan keduanya tidak merasakan adanya jurang pemisah. Bahkan seorang peserta didik akan merasa terbantu oleh pendidik atau gurunya.
Dalam hal ini Ngalim Purwanto mengatakan, bahwa pendidik atau guru harus menyadari bahwa tindakan yang dilakukan mereka terhadap anak itu ada mengandung maksud, ada tujuan untuk menolong anak yang perlu ditolong untuk membentuk dirinya sendiri.[15]
Melalui pergaulan pendidikan anak didik sebagai peserta didik akan leluasa mengadakan dialog dengan gurunya. Upaya ini sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai akhlak kepada peserta didik. Keakraban ini sangat penting dalam proses pendidikan, dan harus diciptakan oleh pendidik dalam kegiatan belajar mengajar ataupun dalam interaksi pendidikan dalam kegiatan pendidikan non formal dan informal.
Selanjutnya, dengan memberikan suri tauladan yang dicontohkan oleh pendidik kepada peserta didiknya, juga akan memberikan dampak yang sangat besar dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai Islam kepada peserta didik tersebut. Karena,  suri tauladan adalah alat pendidikan yang sangat efektif untuk mengkomunikasikan nilai-nilai ajaran Islam. Melalui contoh yang diberikannya, pendidik menampilkan dirinya sebagai suri tauladan bagi murid-muridnya dalam bentuk tingkah laku, gaya berbicara, cara bergaul, tabiat yang menjadi kebiasaan, tegur sapa, amal ibadah dan lain-lain sebagainya. Akhlak yang ditampilkan pendidik dalam bentuk tingkah laku dan perkataan, tentu akan dapat dilihat dan didengar langsung oleh peserta didiknya.
Zakiah Darajad mengomentari tentang sikap memberikan contoh dengan suri tauladan ini. Dia mengatakan, bahwa latihan keagamaan, yang menyangkut akhlak atau ibadah sosial, atau hubungan manusia dengan manusia sesuai dengan ajaran agama, jauh lebih penting dari pada penjelasan dengan kata-kata. Latihan-latihan ini dilakukan melalui contoh yang diberikan oleh guru atau orang tua. Oleh karena itu guru agama hendaknya mempunyai kepribadian, yang dapat mencerminkan ajaran agama yang diajarkannya kepada anak didiknya. Lalu sikapnya dalam melatih kebiasaan-kebiasaan baik yang sesuai dengan ajaran agama itu, hendaknya menyenangkan dan tidak kaku.[16]
Melalui contoh-contoh keteladanan inilah akhlak akan di transpormasikan dan di internalisasikan, sehingga sikap akhlakul karimah itu menjadi bagian dari diri peserta didik, yang kemudian ditampilkannya pula dalam pergaulan dilingkungan rumah tangga maupun sekolah,  atau di tempat bermain bersama dengan teman-temannya, ataupun ditempat-tempat peserta didik tersebut berinteraksi dengan orang lain dan orang banyak.
Suri tauladan akan menjadi alat praga langsung bagi peserta didik. Bila guru agama dan orang tua memberikan contoh tentang pengamalan akhlak, maka peserta didik akan mempercayainya, sebagai mana yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw., dalam upaya mendakwahkan dan mensyiarkan ajaran agama Islam ditengah-tengan umat manusia. Kenyataan inilah yang dijelaskan oleh Allah swt., dalam surah Al Ahzab ayat 21.


“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu  (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap  (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.”[17]
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa memberikan contoh melalui suri tauladan yang baik dalam pendidikan akhlak, akan dapat memberikan pengaruh positip secara langsung kepada peserta didik.Tapi pendidik juga harus mempersiapkan dirinya dengan sengaja dan memberikan contoh secara langsung dalam keseharian hidupnya.
Sehubungan dengan ini, Fuad Ihsani mengutip apa yang dikemukakan oleh Umar bin Utbah kepada guru yang akan mengajar anaknya dengan ungkapan sebagai berikut: “ Sebelum engkau membina dan membentuk anak-anakku, hendaklah engkau terlebih dahulu membentuk dan membina dirimu sendiri. Karena anak-anakku tertuju dan tertambat kepadamu, seluruh perbuatanmu itulah yang baik menurut pandangan mereka, sedangkan apa yang kau hentikan dan engkau tinggalkan, itulah yang salah dan buruk menurut mereka.”[18]
Setelah dengan cara melalui sikap memberikan suri tauladan untuk menanamkan akhlak kepada anak didik atau peserta didik, maka cara selanjutnya adalah dengan sikap mengajak dan mengamalkan.
Didalam Islam, akhlak yang diajarkan kepada peserta didik, bukan hanya untuk dihapal menjadi ilmu pengetahuan  yang bersifat kognitif semata, tapi juga untuk dihayati dan menjadi suatu sikap kejiwaan dalam dirinya yang bersifat efektif, dan harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat psykomotorik. Islam adalah  agama yang menuntut para pemeluknya untuk mengamalkan apa yang diketahuinya menjadi suatu amal shaleh. 
 Tentang masalah pengamalan suatu ilmu, Allah swt. menegaskan dalam Al Quran, pada surat as shaf ayat 2 dan 3 ;


 “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besar kebencian disisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”[19]
Berdasarkan firman Allah SWT. ini, Islam mengajarkan pada umatnya, bahwa ilmu yang dipelajari dan diajarkan, (termasuk ilmu akhlak), dituntut untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena Allah SWT. sangat membenci orang yang berkata tapi tidak berbuat.
Hal ini berarti, bahwa ajaran tentang akhlak yang dipelajari dan diajarkan, harus dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu pendidik harus dapat memberikan motivasi agar semua ajaran akhlak dapat diamalkan dalam kehidupan pribadi peserta didik, agar nilai-nilai luhur agama dapat terwujud dalam setiap perilaku manusia.  

















KESIMPULAN
Dari uraian dan tulisan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;
A.    Bahwa akhlak dalam Islam memiliki nilai ibadah yang berdasarkan pada syariat agama Islam. Akhlak sebagai suatu tabiat adalah merupakan perwujudan tingkah laku seorang muslim yang berhubungan dengan nilai baik dan buruk dan tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum Islam.
B.    Etika dan moral adalah juga merupakan suatu ujud tingkah laku yang berhubungan dengan nilai baik dan buruk, tapi parameter untuk menentukan suatu perbuatan itu baik atau buruk ialah hanya berdasarkan pada hasil olah pikiran manusia semata atau filsafat. Sedangkan akhlak untuk menentukan baik buruknya perbuatan manusia itu parameternya adalah wahyu Allah swt.  
C.    Akhlak dalam Islam adalah akhlak yang berdasarkan pada Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Sehingga agar seseorang dapat memiliki dan mengamalkan akhlak yang terpuji (akhlakul karimah) haruslah dididik dengan pendidikan Islam yang mengajarkan ajaran-ajaran agama Islam.
D.    Pendidikan Islam itu dapat dilaksanakan di lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan madrasah, dan dapat juga dilaksanakan pada lembaga pendidikan non formal seperti pengajian dimesjid ataupun majelis-majelis taklim lainnya, dan dapat juga dilaksanakan di lembaga pendidikan informal seperti pendidikan di rumah tangga atau lingkungan tempat tinggalnya.
E.    Untuk mengajarkan akhlak Islam, maka pendidik harus lebih dulu mencerminkan seorang yang berakhlak mulia dengan amalan-amalan yang dilakukannya.
F.     Janganlah mengajarkan suatu ilmu tapi tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.Karena Allah swt. sangat murka dan membenci kepada orang yang berkata tapi tidak berbuat, dan kepada orang yang berilmu tapi tidak beramal.



PENUTUP
          
           Demikianlah makalah ini dibuat. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan, demi kesempurnaan isi dari makalah ini. Terutama keritik dan saran yang bersifat membangun. Tak lupa ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangsih pemikiran sehingga makalah ini selesai disusun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.





DAFTAR PUSTAKA

Ma`luf Luis, Kamus Al Munjid, Beirut, Al Maktabah Al Katulikiyah,tt,
Amin Ahmad, Kitab Al Akhlak, Cairo, Dar Al Kutub, Al Misyriyah,tt.
Purbakawaca Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta, Gunung Agung,1976.

DR. Amri Ulil Syafri,MA., Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2014, cet.II.

Rohmaniyah Nafi`atur, Karakteristik Dan Ruang Lingkup Akhlak, blogspot.com, Nafi`mubarak dawam., 26 April 2013.  

Djajadihardja S. Ethika, Djakarta : Soerongan, 1956, cet.I.

Adi Negoro, “Ethica, Ensiklopedi Umum Dalam Bahasa Indonesia”, Djakarta, Bulan Bintang, 1954, cet.I. 

Saipullah Ali HA, Pendidikan Pengajaran Dan Kebudayaan, Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan, Surabaya, Usaha Nasional, 1982.

Zuhairini dkk., Metodik khusus Pendidikan Agama, Surabaya, Usaha Bersama, 1983.

Arifin M., Kapita Selekta Pendidikan ( Islam Dan Umum ), Jakarta, Bumi Aksara, 1991.

Ihsani Fuad, Dasar-Dasar kependidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 1996.

Ngalim M. Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, Bandung, Rosda Karya, 1991.

Darajad Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1993.

Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, Bandung, Gema Risalah Pers,


               [1]Luis Ma`luf,Kamus Al Munjid,Al Maktabah Al Katulikiyah,Beirut,tt,hal.194.
               [2]Ahmad Amin,Kitab Al Akhlak,Dar Al Kutub,Al Misyriyah,Cairo,tt.hal.15.
               [3]Soegarda Purbakawaca,Ensiklopedi Pendidikan,Gunung Agung,Jakarta,1976,hal.9
s
               [5]DR.Ulil Amri Syafri,MA.,Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran, ( Jakarta : PT Rajagrafindo Persada,2014 ), cet.II, hlm. 74-75.
               [6]Nafi`atur Rohmaniyah, Karakteristik Dan Ruang Lingkup Akhlak, ( Nafi`mubarak dawam.blogspot.com, 26 April 2013 ).   
               [7]DR.Ulil Amri Syafri,MA.,Pendidikan Karakter berbasis berbasis Al Quran, ( Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2014. ) cet.II,hlm.80-81.
               [8]S.Djajadihardja,Ethika, ( Djakarta : Soerongan ,1956 ), cet.I, hlm.5.
               [9]Adi Negoro, ”Ethica”, Ensiklopedi Umum Dalam Bahasa Indonesia”, ( Djakarta : Bulan Bintang, 1954, ) cet.I, hlm.125. 
               [10]S.Djajadihardja, Ethika, op.cit.hlm. 9.
               [11]Ali Saipullah HA, Pendidikan Pengajaran Dan Kebudayaan,Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan, ( Surabaya: Usaha Nasional, 1982 ) hlm.53.
               [12]Zuhairini dkk., Metodik khusus Pendidikan Agama, ( Surabaya : Usaha Bersama, 1983 ) hlm.27.
               [13]M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan ( Islam Dan Umum ), ( Jakarta : Bumi Aksara, 1991 ) hlm.141.
               [14]Fuad Ihsani,Dasar-Dasar kependidikan, ( Jakarta : Rineka Cipta, 1996, ) hlm.155.
               [15]M.Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, ( Bandung : Rosda Karya, 1991 ) hlm.13.
               [16]Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1993 ), hlm.63-64.
               [17]Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, ( Bandung : Gema Risalah Pers, 1991 ) hlm.670.
               [18]Fuad Ihsani, Dasar-Dasar Kependidikan, Op.Cit.,hlm.158.
               [19]Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, Op.cit.,hlm.928.

5 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.